Belakangan ini memang sudah melekat atau sudah jadi makanan sehari-hari bagi sebagian orang, terutama wanita. Entah itu skincare, body care, hair care, kosmetik, dan sejenisnya. Bisa dikatakan produk kecantikan sekarang ini menjadi kebutuhan primer bagi beberapa orang. Tak hanya merek internasional yang banyak beredar, kini pun merek lokal turut bersaing dengan berbagai inovasi yang tiada habisnya. Kemajuan industri kecantikan di Indonesia membuktikan kualitas produk dari merek lokal telah meningkat, bahkan ada yang setara dengan merek internasional yang sudah lama populer. Namun, apakah peralihan produk yang begitu cepat ini termasuk tren fast beauty?
Apa itu fast beauty?
Istilah “fast beauty” biasanya berlaku untuk perusahaan yang memprioritaskan untuk tetap mengikuti tren dengan secara drastis memangkas waktu penyelesaian yang biasanya diperlukan dari konsepsi produk hingga peluncuran. Produk dalam fast beauty yang memiliki harga terjangkau dirancang untuk cepat habis, sehingga konsumen diharapkan membeli lagi, lagi dan lagi. Hal ini sangat berbeda dengan industri kecantikan di masa lalu yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengembangkan dan meluncurkan produk ke pasar, belum lagi harganya yang relatif lebih tinggi. Dalam pasar beauty yang sangat kompetitif dan didorong oleh inovasi, jenis ketangkasan ini bisa menjadi sangat penting bagi kesuksesan brand yang sedang berkembang.
Tren fast beauty sangat terlihat di industri kecantikan Indonesia. Misalnya, jika merek A meluncurkan produk dengan kandungan retinol, maka merek B, C, dan D juga segera mengikuti dengan merilis produk baru yang mengandung bahan aktif serupa. Bahkan ada suatu brand yang meluncurkan produk eksfoliasi dengan meningkatkan bahan aktif AHA, BHA, PHA sebesar 12% yang ternyata berbahaya bagi kulit. Kurangnya kesadaran masyarakat yang “termakan iklan” sehingga kurang menggali riset terkait kandungan bahan aktif keras ini dapat terkait menimbulkan iritasi pada kulit.
Kasus brand lokal dalam konteks fast beauty menyoroti bagaimana beberapa perusahaan kosmetik lokal mengikuti tren global dengan mengadopsi konsep fast beauty, yaitu memproduksi dan merilis produk kecantikan dalam waktu singkat untuk memenuhi permintaan pasar yang cepat berubah. Brand-brand ini sering kali meniru model bisnis fast fashion, dengan memanfaatkan kecepatan produksi dan distribusi untuk tetap relevan di pasar yang sangat kompetitif.
Faktor yang menghadirkan tren fast beauty adalah pesatnya perkembangan sosial media saat ini. Ada platform yang semakin familier seperti Tiktok dan Instagram yang memunculkan banyak influencer baru. Mereka pun turut andil dalam keputusan pembelian suatu produk para pengikutnya. Banyak brand-brand kecantikan yang memanfaatkan pengaruh kuat para influencer untuk mempromosikan produknya.
Selain itu, kemudahan akses informasi dan pembelian juga menjadi salah satu penyebabnya. Kini masyarakat memiliki informasi yang luas mengenai suatu produk. Mereka dapat mudah mencari informasi menganai produk beserta inovasi barunya dengan harga terjangkau. Konsumen inilah yang menjadi target pasar para brand fast beauty. Saat ini juga sudah ada kemudahan dalam pembelian produk dengan adanya online shop dengan platformnya yang bekerjasama langsung dengan dompet digital atau mobile banking. Hal ini tentunya mempersingkat waktu untuk pembelian barang, tak seperti dulu yang harus datang langsung ke toko untuk berbelanja.
Namun, pendekatan ini tidak lepas dari kontroversi, seperti kekhawatiran mengenai kualitas produk. Risiko penurunan kualitas produk muncul karena durasi waktu riset dan pengembangan yang cenderung singkat. Apalagi untuk menekan harga yang terjangkau, tentunya brand juga harus menggunakan bahan yang murah dengan kualitas rendah. Tentunya hal tersebut mengakibatkan konsumen dapat terkena iritasi kulit, alergi, atau masalah kesehatan lainnya. Lalu, produksi yang masif dan cepat ini dapat berdampak lingkungan akibat sampah produk konsumen-konsumen yang telah membeli barangnya. Ditambah, beberapa perusahaan belum terlalu aware mengenai penggunaan plastik kemasan produk yang bisa mencemari lingkungan. Dari tren ini, etika bisnis juga dikhawatirkan karena mungkin terabaikan demi mengejar kecepatan dan profit.
Lantas apa yang bisa kita lakukan?
Sebagai konsumen di tengah maraknya produk fast beauty, kita perlu lebih bijak dalam memilih produk kecantikan yang aman dan bermanfaat bagi kulit dan juga lingkungan. Jangan sampai kita membeli suatu produk hanya karena “fomo” atau tidak membelinya karena kebutuhan. Jangan juga hanya mempertimbangkan harga, karena harga murah belum tentu kualitasnya baik, begitu juga harga yang mahal belum tentu kualitasnya lebih baik. Kita perlu perhatikan kualitas produk dan juga brand, serta memanfaatkan review dari konsumen lain
Gimana sih pendapat anak-anak DTK?
Niswah TB’22
Hai! Kenalin aku Niswah mahasiswa DTK tahun 2022. Jadi, aku baru banget belajar cara pake skincare dan merawat tubuh gitu, dan kalo tentang fast beauty bagi aku yang pemula ini sangat terasa sih karena banyak influencer lokal yang tiba – tiba punya brand sendiri dan ngeluarin produk skincare/bodycare yang hampir mirip. Jadi kadang bingung yang beneran bagus itu yang mana. Apalagi sekarang promosi produk tuh gampang banget, bisa lewat banyak platform dan banyak yang promosi produknya tuh lumayan “berisik” sehingga banyak orang sering kemakan iklan dan langsung beli produknya tanpa pikir panjang.
Hapsari TB’22
Aku relate banget sama fast beauty ini, apalagi di zaman sekarang online shopping lagi berkembang pesat di indonesia, di mana ketika kita buka platform social media apapun akan banyak iklannya, bahkan ada juga yang connect langsung ke platform online shopping. Perkembangan digital ini sebenarnya ngaruh juga ke fast beauty, orang berlomba-lomba bikin skincare, jadi affiliate, dan buzzernya juga kuat banget. Buat dampak buruknya adalah gak sedikit brand yang melebih-lebihkan produknya yang terkadang gak sesuai claimnya. Nah, tapi menurut aku fast beauty ini justru yang bikin naik nama skincare-skincare lokal di indonesia. Dari aku sendiri juga ngerasain keuntungannya, dimana dulu kalo mau nyari skincare bagus harus nyari brand luar yang terkenal, sedangkan sekarang buat cari skincare lokal dengan kualitas yang sama udah gak sedikit lagi pilihannya.
Ara TK’23
Sebagai konsumer tetap skincare dan temen-temennya itu, jujur trend fast beauty itu concerning banget, sih. Selain mendukung konsumerisme, aku ngerasa Research and Development produknya juga gak di-conduct secara proper. We’re getting less and less in terms of quality but more in quantity (which is not a great thing). Ditambah dengan platform online shopping yang mulai berjamur belakangan ini, fast beauty ini kayak anaknya aja yang akan selalu ikut serta seiring berkembangnya jaman. Seperti trend fast fashion sebelumnya, aku harap kita sebagai konsumen bisa lebih aware aja sih, poin plusnya bisa mendukung sustainability juga.
Azka TK’23
Dari yang aku amati, tren fast beauty memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya, tren ini mendorong inovasi dan perkembangan dalam industri kecantikan, seperti penggunaan bahan kimia atau formula baru yang lebih aman dan efektif. Produk kecantikan juga menjadi lebih mudah diakses dan lebih terjangkau, sesuai dengan permintaan pasar.
Namun, terdapat pula sisi negatif dari tren ini. Dengan tingginya permintaan konsumen terhadap produk kecantikan, proses produksi menjadi lebih cepat, sehingga waktu yang dialokasikan untuk kontrol kualitas berkurang. Hal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Selain itu, tren ini juga menghasilkan lebih banyak limbah kimia dan kemasan sekali pakai yang merugikan lingkungan, serta mendorong perilaku konsumsi berlebihan dengan produk-produk yang mungkin tidak diperlukan, seperti produk yang hanya menawarkan sensasi tertentu.
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan edukasi mengenai bahan-bahan produk kecantikan, dampaknya, serta cara mengelola limbahnya. Selain itu, kita juga perlu membatasi konsumsi dengan hanya membeli produk yang benar-benar dibutuhkan.
Sebagai kesimpulan, tren fast beauty telah membawa dampak signifikan dalam industri kecantikan, baik dari segi inovasi maupun tantangan yang dihadapi. Di satu sisi, tren ini mendorong terciptanya produk-produk baru yang lebih terjangkau dan mudah diakses oleh konsumen. Namun, di sisi lain, percepatan produksi dan peluncuran produk yang didorong oleh permintaan pasar juga memunculkan risiko terkait kualitas produk, kesehatan konsumen, serta dampak lingkungan. Oleh karena itu, sebagai konsumen yang bijak, kita perlu lebih selektif dalam memilih produk kecantikan, memahami bahan-bahan yang digunakan, dan mempertimbangkan dampaknya secara holistik, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan. Dengan demikian, kita dapat mendukung perkembangan industri kecantikan yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Ditulis oleh
Nathaya, Teknik Bioproses 2023; Shavia, Teknik Kimia 2023