Kajian dan Aksi Strategis IMTK FTUI 2021
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan kasus pneumonia misterius di Wuhan, China pada tanggal 31 Desember 2019. Kasus itu kemudian teridentifikasi berasal dari virus corona baru, 2019-nCov. Virus itu kemudian menyebar ke beberapa negara, diantaranya Jepang, Amerika Serikat, Prancis, dan Mesir. Pada 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakit akibat virus itu sebagai Covid-19. Pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan untuk pertama kalinya warga negara Indonesia terjangkit virus corona.
Pemerintah mulai sibuk mencari cara agar kasus Covid-19 dapat ditekan. Salah satunya adalah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). DKI Jakarta adalah provinsi pertama yang menerapkan PSBB pada 10 April. Selama PSBB diterapkan, kegiatan belajar dan bekerja dilakukan dari rumah, tempat ibadah ditutup, kegiatan perkumpulan seperti acara hiburan, olahraga, pertemuan politik dan budaya dilarang. Transportasi pun dibatasi jarak dan penumpangnya, termasuk ojek online yang hanya diizinkan membawa barang. Kemudian di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat, Pemerintah juga mengeluarkan larangan mudik Lebaran 2020. Awalnya larangan itu hanya berlaku bagi pegawai negeri sipil hingga anggota TNI dan Polri. Namun, Jokowi kemudian melarang semua kalangan untuk mudik. Larangan itu seolah tak dihiraukan, jutaan orang justru berbondong-bondong keluar dari Jabodetabek sehingga angka kasus Covid-19 melonjak hingga kerap menembus rekor. Lalu pemerintah memperkenalkan istilah “new normal” atau hidup dalam kenormalan baru pada akhir Mei 2020. Transisi menuju new normal ditandai dengan pelonggaran aktivitas masyarakat. Bahkan kapasitas penumpang di semua moda transportasi juga ditambah. Kebijakan ini kemudian malah membuat pandemi di Indonesia semakin berlarut-larut. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menetapkan PSBB Transisi pada Juni. Sejumlah tempat ibadah, pasar, mall, rumah makan, perkantoran, gudang, industri kembali dibuka dengan sejumlah pembatasan yang cenderung lebih longgar. Tetapi kasus Covid-19 di Jakarta justru semakin melonjak. Anies menyatakan akan menarik rem darurat dan kembali memperketat PSBB seperti di awal pandemi. Pasca libur Natal dan Tahun Baru 2021, Pemerintah menerbitkan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sasarannya, pembatasan tingkat kabupaten atau kota di Jawa dan Bali. Tetapi setelah diperpanjang satu kali, Jokowi menyatakan PPKM ternyata tidak efektif dan mobilitas masyarakat tidak menurun.
Pada awal tahun 2021, vaksin Covid-19 mulai didistribusikan ke berbagai daerah setelah tahap uji klinik fase 3 selesai dilakukan. Presiden Jokowi menjadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin pada 13 Januari 2021. Vaksin yang digunakan pada gelombang pertama dibeli dari perusahaan asal China, Sinovac. Sejumlah menteri juga diberikan suntikan dosis pertama. Pemerintah menargetkan setidaknya 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta jiwa harus disuntik vaksin. Program ini digencarkan agar segera terbentuk kekebalan populasi atau herd immunity.
Untuk memastikan vaksin terdistribusi ke seluruh masyarakat Indonesia, program vaksinasi di Indonesia terbagi menjadi 4 tahapan. Tahap 1 dilaksanakan pada Januari-April 2021 dengan sasaran tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tahap 2 dilaksanakan pada Januari-April 2021 dengan sasaran petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya, serta kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun). Tahap 3 dilaksanakan pada April 2021-Maret 2022 dengan sasaran masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Tahap 4 dilaksanakan pada April 2021-Maret 2022 dengan sasaran masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin. Sementara itu, sesuai dengan surat keputusan Menteri Kesehatan, merk vaksin yang akan digunakan di Indonesia ada tujuh. Empat di antaranya, yakni Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax ditetapkan untuk program vaksinasi gratis. Sedangkan vaksin Sinopharm dan Moderna ditetapkan untuk vaksin gotong royong/mandiri dan vaksin Merah Putih ditetapkan untuk vaksinasi ulang/booster.
Bagaimana dengan prakteknya di lapangan? Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, per Minggu (4/4/2021) penyuntikan vaksin Covid-19 sudah mencapai 12,5 juta dosis dengan sekitar 8,5 juta orang yang mendapat suntikan, sehingga sudah mencapai 21,33 persen dari target 40 juta pada tahap pertama dan kedua. Jika dilihat berdasarkan populasi Indonesia yang sebesar 273,52 Juta, persentase masyarakat yang sudah di vaksin adalah 3,3%. Kalau dibandingkan dengan negara-negara kaya seperti US, Uni Emirat Arab, UK dan, Israel yang sudah mengvaksinasi secara berturut-turut 32,89 persen, 35,19 persen, 46,71 persen, dan 61,18 persen populasinya, maka persentase ini masih tergolong kecil. Hal ini disayangkan, tetapi memang wajar karena berdasarkan World Health Organizations 90 persen vaksinasi Covid-19 berasal dari negara kaya. Sedangkan sebagian besar negara Afrika bahkan belum memulai program vaksinasinya.
Sejumlah negara berpenghasilan tinggi memesan vaksin Covid-19 lebih banyak dari yang dibutuhkan. Jika diestimasi secara kasar, Uni Eropa akan memiliki surplus vaksin sebanyak 525 juta, Inggris memiliki surplus sebanyak 165 juta vaksin, Kanada memiliki surplus sebanyak 156 juta vaksin, dan sebagainya. Sehingga jika ditotalkan negara berpenghasilan tinggi akan memiliki surplus 1 miliar dosis vaksin Covid-19. Sementara banyak negara berpenghasilan rendah harus menunggu beberapa tahun agar seluruh masyarakatnya bisa divaksinasi. Negara berpenghasilan menengah pun sulit memenangkan kontrak. Indonesia sendiri kini kekurangan dosis vaksin. Persediaan dosis vaksin bulan April-Maret 2021 hanya 20 juta dosis dari yang seharusnya tersedia 30 juta vaksin untuk menjalankan rencana vaksinasi 500 ribu dosis perhari. Hal ini disebabkan lonjakan kasus di Eropa dan beberapa negara di Asia seperti India, Filipina, Papua Nugini serta negara di Amerika Selatan seperti Brasil. Alhasil negara yang memproduksi vaksin menahan ekspor untuk fokus di negara masing-masing. Ditambah lagi 11,7 juta dosis vaksin gratis dari The Global Alliance for Vaccine and Immunisation (GAVI) atau WHO dialokasikan untuk lonjakan kasus di India, sehingga Indonesia hanya mendapat sekitar 1,4 juta dosis.
Hal yang berbeda ditemui di negara dengan penghasilan yang relatif lebih tinggi, sistem yang digunakan Israel dan Uni Emirat Arab berhasil memvaksinasi warganya dengan cepat adalah disebabkan oleh sejumlah faktor. Selain faktor pasokan vaksin yang lebih dari cukup, faktor struktural juga mempunyai peran. Israel dan Uni Emirat Arab adalah negara kecil dengan populasi 8,66 juta dan 9,89 juta orang. Karena Israel dan beberapa bagian Uni Emirat Arab menggunakan vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTech, jarak pendek menjadi kunci agar mencegah vaksin yang harus disimpan pada -70 dan -80 derajat celcius dari kerusakan. Selanjutnya Tinglong Dai, profesor Manajemen Operasi di Johns Hopkins University Carey Business School, mengatakan sistem kesehatan universal juga mempengaruhi kecepatan vaksinasi karena lebih mudah untuk mencocokkan jumlah pasokan dengan permintaan. Dengan sistem tersebut data kesehatan tersentralisasi secara real time dan berbentuk digital, sehingga warga dapat mengakses aplikasi atau menelepon hotline untuk segera menerima vaksinasi jika mereka memenuhi syarat.
Selain ketersediaan vaksin Covid-19, sikap masyarakat terhadap vaksin juga penting, apakah masyarakat tersebut menerima atau malah skeptis. Contohnya, hanya 54 persen masyarakat Prancis yang ingin divaksin dan sisanya merasa was was karena banyaknya misinformasi dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Sikap ini menghambat program vaksinasi nasional. Berbeda dengan Prancis, masyarakat Israel dan Uni Emirat Arab berpandangan bahwa pandemi ini seperti peperangan, sehingga seluruh lapisan masyarakat harus mengambil andil dalam melawannya dengan vaksinasi. Mentalitas ini salah satunya dihasilkan oleh kerja keras pemerintah untuk meyakinkan warganya bahwa vaksin Covid-19 aman dan efektif. Caranya dengan memberikan contoh dari atas ke bawah, misalnya Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang mendapatkan suntikan pertama serta ketua-ketua agama yang menjadi contoh untuk komunitasnya. Strategi ini pun dilakukan oleh Indonesia, yakni vaksin perdana diberikan kepada sejumlah pejabat, tokoh, dan perwakilan masyarakat seperti Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Idham Azis, Raffi Ahmad, dan sebagainya. MUI bahkan mengeluarkan pernyataan yang tertuang pada fatwa MUI nomor 2 tahun 2021 bahwa vaksin Sinovac terbukti halal dan thoyyib (efektif, aman, dan bermanfaat). Di samping itu, Israel dapat memvaksinasi warganya dengan cepat juga karena mereka merekrut relawan untuk mengurangi ketegangan pada staf kesehatan yang terlalu banyak bekerja. Misalnya staf pensiunan dapat memvaksinasi orang tua di panti jompo, sehingga petugas kesehatan dapat tetap bekerja di rumah sakit dan klinik.
Hingga kini pandemi virus corona belum juga berakhir. Guna menekan kasus yang terus bertambah, pemberian vaksin Covid-19 mulai dilakukan. Pemerintah pun menganjurkan agar semua orang mendapatkannya. Lantas, apa alasan setiap orang harus menjalani vaksinasi Covid-19? Saat ini, vaksin Covid-19 tengah didistribusikan ke seluruh masyarakat Indonesia. Pemberian vaksin ini merupakan solusi yang dianggap paling tepat untuk mengurangi jumlah kasus infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19.
Sejak vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang belum setuju akan anjuran pemerintah untuk menjalani vaksinasi Covid-19. Padahal, pemberian vaksin ini sangatlah penting, bukan hanya untuk melindungi masyarakat dari Covid-19, tetapi juga memulihkan kondisi sosial dan ekonomi negara yang terkena dampak pandemi.
Vaksinasi atau imunisasi bertujuan untuk membuat sistem kekebalan tubuh seseorang mampu mengenali dan dengan cepat melawan bakteri atau virus penyebab infeksi. Tujuan yang ingin dicapai dengan pemberian vaksin Covid-19 adalah menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat virus ini. Meskipun tidak 100% bisa melindungi seseorang dari infeksi virus corona, vaksin ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya gejala yang berat dan komplikasi akibat Covid-19.
Selain itu, vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk mendorong terbentuknya herd immunity atau kekebalan kelompok. Hal ini penting karena ada sebagian orang yang tidak bisa divaksin karena alasan tertentu. Orang yang tidak dianjurkan untuk menerima vaksin atau tidak menjadi prioritas untuk vaksin Covid-19 antara lain anak-anak atau remaja berusia di bawah 18 tahun dan orang yang menderita penyakit tertentu, misalnya diabetes atau hipertensi yang tidak terkontrol.
Vaksin dibuat sebagai cara terbaik mencegah penularan penyakit yang belum ada obatnya, seperti penyakit Covid-19 yang sampai sekarang pun masih begitu tinggi penularannya. Adanya vaksin jelas menjadi harapan paling baik untuk menekan angka penularan virus corona yang semakin tak terkendali. Inilah mengapa vaksin corona menjadi vaksin wajib untuk setiap lapisan masyarakat.
Sayangnya, kurangnya edukasi membuat tak sedikit masyarakat awam menjadi skeptis terhadap alasan kenapa harus vaksin. Terlebih saat mengetahui bahwa angka efikasi vaksin corona pilihan Indonesia yang terbilang rendah. Belum lagi dengan efek samping yang masih terus diteliti.
Perlu diketahui bahwa infeksi yang terjadi karena virus corona yang mengakibatkan penyakit Covid-19, dapat berujung pada komplikasi medis yang sangat serius dan membahayakan nyawa pada kelompok orang yang berisiko. Namun, belum diketahui bagaimana virus tersebut memengaruhi kondisi fisik seseorang. Jika ada satu orang yang terinfeksi positif Covid-19, maka orang tersebut dengan sangat mudah menularkan virus ini kepada orang lain.
Melalui vaksin, tubuh akan terlindungi dengan cara membentuk respons antibodi tanpa harus sakit terlebih dahulu. Artinya, vaksin Covid-19 mampu melindungi tubuh seseorang dari infeksi virus corona. Tidak hanya itu, jika anda terinfeksi virus penyebab Covid-19, vaksin bisa membantu mencegah tubuhmu dari sakit parah atau potensi munculnya komplikasi serius.
Melalui vaksin, anda tak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga membantu melindungi orang lain dari paparan virus corona. Terlebih kelompok orang yang berisiko tinggi terkena masalah medis yang parah sebagai dampak dari Covid-19. Berikut ini beberapa fakta tentang vaksin Covid-19 yang perlu diketahui:
Jenis vaksin Covid-19 yang beredar sangat beragam. Vaksin Covid-19 yang diberikan saat ini tidak mengandung virus hidup yang mengakibatkan penyakit Covid-19. Ini artinya, mendapatkan vaksin Covid-19 tidak akan membuat anda sakit terinfeksi penyakit tersebut. Masing-masing negara memiliki vaksin corona pilihan, termasuk Indonesia. Namun, semua vaksin yang digunakan memiliki kandungan zat yang dapat meningkatkan imunitas yang membantu tubuh mengenali dan melawan virus yang mengakibatkan virus corona. Meski begitu, wajar jika proses tersebut menimbulkan gejala seperti demam ringan. Demam setelah vaksinasi menjadi hal yang normal karena tubuh sedang membangun perlindungan terhadap virus penyebab Covid-19.
Tidak. Semua vaksin yang digunakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia tidak akan membuat anda terindikasi positif saat melakukan pemeriksaan virus ketika melihat apakah seseorang tersebut sedang terinfeksi. Apabila tubuh berhasil membuat respon imun yang memang spesifik terhadap virus corona, memang ada kemungkinan anda akan mendapatkan hasil positif saat menjalani tes antibodi. Pasalnya, pemeriksaan antibodi menunjukkan apakah anda pernah mengalami infeksi sebelumnya dan tubuh akan memiliki tingkat perlindungan tertentu terhadap virus.
Ini disebabkan karena risiko kesehatan yang terkait dengan penyakit Covid-19 dan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Jadi, vaksin tetap wajib diberikan pada seseorang, meski pernah terinfeksi sebelumnya. Pun, kekebalan tubuh yang dimiliki seseorang dari infeksi atau kekebalan yang bersifat alami terbilang berbeda pada masing-masing individu. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kekebalan alami bisa jadi tidak akan memiliki ketahanan yang panjang. Meski begitu, hal tersebut masih terus dalam tahap pengujian, dan sementara prioritas vaksin diberikan pada kelompok orang yang belum tertular.
Vaksinasi COVID-19 bekerja dengan menciptakan sistem imunitas tentang bagaimana mengenali dan melawan virus yang menyebabkan COVID-19, dan memberikan perlindungan pada tubuh dari infeksi COVID-19.
Vaksin Covid-19 tidak akan mengubah atau menyebabkan interaksi dengan DNA. Vaksin RNA Messenger atau dikenal pula dengan vaksin mRNA merupakan vaksin Covid-19 pertama yang diizinkan penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini mengandung sebagian protein dalam virus yang memicu munculnya respon imun dalam tubuh. Perlu diketahui, mRNA dari vaksin Covid-19 tidak pernah masuk ke dalam inti sel yang berperan sebagai tempat DNA disimpan. Artinya, mRNA tidak akan bisa mempengaruhi atau berinteraksi dengan DNA.
Nantinya, tubuh akan belajar bagaimana cara untuk melindungi diri dari infeksi di masa mendatang. Respon inilah yang memiliki tugas utama untuk melindungi tubuh dari terjadinya infeksi jika virus yang sebenarnya memasuki tubuh.
Meski sudah divaksin, anda tetap harus menjalankan protokol kesehatan. Pasalnya, kekebalan yang didapat dari vaksin baru optimal setidaknya satu bulan setelah anda mendapatkan suntikan vaksin dosis kedua. Jadi, anda tetap perlu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.
Dalam pembuatan vaksin, keamanan adalah faktor utama yang menjadi perhatian para petugas dan pakar kesehatan. Termasuk ketika mengembangkan vaksin Covid-19. Demi memastikan keamanan vaksin, ada serangkaian prosedur yang mesti ditaati. Prosedur ini mencakup uji praklinis hingga uji klinis dalam tiga fase. Kebanyakan vaksin membutuhkan waktu panjang hingga bertahun-tahun untuk dapat digunakan. Karena itu, wajar jika muncul keraguan terhadap vaksin Covid-19 yang tersedia dalam waktu sangat singkat. Walau pengembangan vaksin Covid terbilang cepat, prosedur uji praklinis hingga uji klinis tahap ketiga tak ditinggalkan untuk memastikan keamanannya.
Semua vaksin Covid-19 yang sudah siap telah menjalani pengujian untuk menentukan tingkat keamanan dan efikasinya. Pengujian itu mencakup uji coba terhadap masyarakat yang menjadi sukarelawan. Dari hasil serangkaian pengujian itu, barulah vaksin diajukan ke otoritas terkait untuk mendapat izin penggunaan. Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah memberi izin penggunaan darurat untuk sejumlah vaksin. Majelis Ulama Indonesia pun sudah menerbitkan fatwa halal pemakaian vaksin Covid-19.
Maka, masyarakat tak perlu lagi memperdebatkan pro kontra kebijakan pemberian vaksin Covid-19. Pasalnya, vaksinasi merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan penyebaran virus corona.
2. Kontra
Hingga kini, vaksin masih menjadi opsi terbaik yang bisa diambil dalam melawan pandemi Covid-19. Namun, terlepas segala urgensinya, tak semua masyarakat melihat vaksin dalam pandangan yang sama. Stigma negatif mengenai vaksin tak kunjung berhenti bermunculan. Hal ini turut didorong oleh maraknya berita hoax yang beredar di sosial media. Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) menyatakan bahwa pada jangka waktu Januari sampai dengan November 2020, sudah terdapat 712 hoax mengenai vaksin Covid-19. Kominfo pun memaparkan informasi serupa, dengan lebih dari 2000 hoax seputar Covid-19 telah beredar di sosial media. Informasi palsu ini pun membawa narasi yang beragam. Mulai dari konspirasi bahwa vaksin Covid-19 dibuat secara sengaja untuk kepentingan korporasi farmasi, bahkan sampai kepercayaan bahwa akan dimasukkan microchip dalam tubuh manusia. Bahkan, tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang dengan kuatnya percaya bahwa Covid-19 tidaklah nyata. Hal ini menjadi sesuatu yang wajar karena orang-orang tersebut menjadikan berita hoaks sebagai pegangannya. Melalui survey yang diadakan oleh Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, mayoritas penduduk Indonesia menjadikan sosial media sebagai sumber informasi mereka, sementara 81.5% di antara warga tersebut masih bersinggungan dengan postingan berbau teori konspirasi.
Sebenarnya, tak hanya konspirasi, keraguan masyarakat juga tumbuh dari pandangan yang lain, salah satunya adalah dari kekhawatiran terhadap lingkungan. Dimulai dari salah satu unggahan di laman Instagram @news.statement, mengangkat topik bahwa penggunaan squalene dari hati ikan hiu untuk bahan vaksin Covid-19 dapat menyebabkan 500.000 hiu dibunuh untuk menghasilkan dua dosis vaksin untuk populasi bumi. Berita ini mulai hangat di akhir November 2020 seiring dengan peringatan dari sebuah organisasi nirlaba bernama Shark Allies yang menyatakan bahwa vaksin dapat membahayakan keberadaan hiu yang lalu diangkat kembali oleh kompas.
Squalene merupakan suatu senyawa organik serupa minyak ikan yang dapat diproduksi dari minyak hati ikan hiu. Sampai saat ini, pemanfaatan squalene paling banyak mengalir ke industri kosmetik dan beberapa industri obat-obatan, karet, dan senyawa kimia lainnya. Namun, sebenarnya squalene pada vaksin hanya berperan sebagai adjuvan yang meningkatkan efektivitas dari vaksin. Shark Allies memproyeksikan jumlah hiu yang diperlukan tersebut berdasarkan informasi bahwa sekitar 2.500-3.000 hiu dapat memproduksi 1 ton squalene, sementara 1 dosis vaksin membutuhkan 10 mg squalene. Permasalahannya di sini, angka tersebut hanyalah proyeksi apabila semua jenis vaksin Covid-19 membutuhkan squalene. Padahal, dari 142 kandidat vaksin dalam evaluasi praklinis dan 34 kandidat vaksin yang saat itu berada dalam evaluasi klinis, hanya 5 kandidat yang menggunakan squalene hiu berdasarkan laporan WHO. Tentunya pemerintah global akan lebih mengedepankan vaksin yang tidak menggunakan squalene selama ada opsi tipe vaksin yang tidak menggunakannya. Sehingga, proyeksi 500.000 hiu ini hanyalah sebuah estimasi belaka.
Selain kekhawatiran mengenai lingkungan, kandungan babi dari vaksin juga menjadi keresahan publik. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, kehalalan vaksin juga menjadi faktor yang cukup relevan dalam tingkat penerimaan vaksin. Apalagi saat salah satu tipe vaksin Covid-19 telah dijatuhi fatwa haram namun diperbolehkan dari MUI. AstraZeneca, sebuah merek vaksin Covid-19 yang turut digunakan di Indonesia dikabarkan memiliki kandungan babi dalam pembuatannya. Spesifiknya adalah penggunaan tripsin babi dalam pengkulturan sel yang menjadi bahan utama vaksin. Akan tetapi, seorang ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo, mengakui bahwa tidak ada kandungan tripsin yang akan tersisa pada vaksin. AstraZeneca menggunakan adenovirus yang mengandung genetik dari virus Covid-19 itu sendiri yang telah dilemahkan. Dalam pemroduksiannya, sel akan dikultur dalam sebuah media dan menempel pada permukaannya. Untuk bisa mengambil sel ini untuk selanjutnya diproses kembali, diperlukan tripsin untuk melepasnya dari media kultur sel. Tripsin ini memang umum ditemukan pada pankreas dan seringkali diambil dari pankreas babi karena kandungannya yang tinggi. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa tripsin babi ini tidak akan mempengaruhi virus ataupun vaksin akhirnya dan hilang setelah mengerjakan perannya. Ahmad juga menuturkan bahwa penggunaan tripsin rekombinan dari sel kapang sudah lebih banyak dijumpai, dan tentunya tidaklah haram. AstraZeneca sendiri juga sudah digunakan di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan beberapa negara Islam lain yang memfatwakan vaksin AstraZeneca halal.
Belum cukup dari hoaks, kasus lingkungan, hingga kehalalan vaksin, persepsi masyarakat terhadap vaksin semakin keruh saat ada figur publik atau politisi yang secara terang-terangan menolak vaksin ini. Sebut saja Ribka Tjiptaning, anggota komisi IX DPR, dan Natalius Pigai, mantan komisioner di Komnas HAM. Keduanya menolak penggunaan serta kebijakan pemerintah yang mewajibkan publik untuk menggunakan vaksin Covid-19. Tipe vaksin yang dispesifikasikan soal ini adalah vaksin Sinovac. Banyak pihak yang masih cukup ragu mengenai vaksin ini karena transparansinya dan hasil uji efikasi yang tidak konsisten. Indonesia dan Turki menunjukkan hasil efikasi sebesar 65.3% dan 91.25% secara berturut-turut. Secara teknis, angka 65.3% ini memang sudah memenuhi syarat internasional dari WHO, yaitu efikasi minimal vaksin adalah 50%. Namun, beberapa kritik menyatakan bahwa relawan yang mengikuti uji tes efikasi tidak merepresentasikan pihak-pihak yang rentan terhadap virus.
Polemik dan perbedaan pandangan masyarakat terkait vaksin Covid-19 bukanlah sesuatu hal yang dapat dicegah sepenuhnya. Namun, seharusnya hal ini dapat diatasi pemerintah dengan lebih baik. Pada September 2020, Kemenkes, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group of Immunization), dengan dukungan UNICEF dan WHO telah melaksanakan survei se-Indonesia mengenai pemahaman, penerimaan, dan ketersediaan membayar masyarakat untuk vaksin Covid-19. Hasil dari survei yang dilakukan pada 115.000 penduduk Indonesia secara jelas menunjukkan bahwa responden khawatir terhadap keamanan dan keefektifan vaksin (efikasi), tidak percaya dengan vaksin, mempersoalkan kehalalannya, serta takut akan efek samping atau hal lainnya. Walaupun angka keraguan terhadap vaksin tetap ada, namun sekitar 65% responden menyatakan bersedia menerima vaksin Covid-19 jika disediakan pemerintah. Mayoritas masyarakat masih memiliki kesadaran akan urgensi vaksin ini, yang menentukan adalah bagaimana pemerintah dan warga dapat mensosialisasikan tentang vaksin dan mengedikasikannya ke sekitar. Transparansi dari pemerintah memegang peran penting untuk mengakhiri pandemi Covid-19.
Survei Penerimaan Vaksin COVID-19 di Indonesia. [ebook] Kementerian Kesehatan, ITAGI, UNICEF, dan WHO. Available at: <http://covid19.go.id> [Accessed 18 April 2021].
Agung, 2021. Membaca Persepsi Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19 | Universitas Gadjah Mada. [online] Ugm.ac.id. Available at: <https://www.ugm.ac.id/id/berita/20906-membaca-persepsi-masyarakat-terhadap-vaksin-covid-19> [Accessed 18 April 2021].
BBC News Indonesia., 2021. Vaksin Covid-19: Bagaimana program vaksinasi Indonesia dan seperti apa perbandingannya dengan negara-negara lain? [online] Available at: <https://www.bbc.com/indonesia/dunia-56023258?xtor=AL-73-%5Bpartner%5D-%5Bdetik.com%5D-%5Blink%5D-%5Bindonesian%5D-%5Bbizdev%5D-%5Bisapi%5D>
Bernie, M., 2021. Duduk Perkara ‘Kandungan Babi’ dalam Vaksin COVID-19 AstraZeneca – Tirto.ID. [online] tirto.id. Available at: <https://tirto.id/duduk-perkara-kandungan-babi-dalam-vaksin-covid-19-astrazeneca-gboA> [Accessed 18 April 2021].
Candra, S. and Maharani, E., 2021. Dari Buruh Sampai Artis, Ini Daftar Penerima Vaksin Perdana. [online] Republika Online. Available at: <https://www.republika.co.id/berita/qmut4j335/dari-buruh-sampai-artis-ini-daftar-penerima-vaksin-perdana> [Accessed 18 April 2021].
Centers for Disease Control and Prevention. 2021. Benefits of Getting a COVID-19 Vaccine. [online] Available at: <https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/vaccine-benefits.html> [Accessed 18 April 2021].
Centers for Disease Control and Prevention. 2021. Frequently Asked Questions about COVID-19 Vaccination. [online] Available at: <https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/faq.html> [Accessed 18 April 2021].
CNN Indonesia. 2021. 500 Ribu Dosis Vaksin Sinopharm Akan Tiba antara Maret-April. [online] Available at: <https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210309182309-20-615668/500-ribu-dosis-vaksin-sinopharm-akan-tiba-antara-maret-april>
CNN Indonesia. 2021. Peristiwa Penting Satu Tahun Pandemi Covid-19. [online]. Available at: <https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210302135537-20-612692/peristiwa-penting-satu-tahun-pandemi-covid-19>
Cohen, R., 2021. COVID vaccines: rich countries have bought more than they need – here’s how they could be redistributed. [online] The Conversation. Available at: <https://theconversation.com/covid-vaccines-rich-countries-have-bought-more-than-they-need-heres-how-they-could-be-redistributed-153732> [Accessed 18 April 2021].
Covid19.go.id., 2021. Tanya Jawab. [online] Available at: <https://covid19.go.id/tanya-jawab> [Accessed 18 April 2021].
Covid19.go.id, 2020. Mengapa Vaksin Penting? – Masyarakat Umum | Covid19.go.id. [online] covid19.go.id. Available at: <https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/mengapa-vaksin-penting> [Accessed 18 April 2021].
Dinkes.bulelengkab.go.id. 2021. Efektivitas Vaksinasi Dalam Pemutusan Rantai Penularan Covid-19. [online] Available at: <https://dinkes.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/49-efektivitas-vaksinasi-dalam-pemutusan-rantai-penularan-covid-19> [Accessed 18 April 2021].
Halodoc. 2021. Vaksin COVID-19: Mengapa Penting?. [online] Available at: <https://www.halodoc.com/artikel/vaksin-covid-19-mengapa-penting> [Accessed 18 April 2021].
Hurst, Luke. 2021. Covid-19 vaccines: 90% of coronavirus jabs have been given in richer countries, says WHO. [online] Euronews. Available at: <https://www.euronews.com/2021/02/01/covid-19-vaccines-90-of-coronavirus-jabs-have-been-given-in-richer-countries-says-who>
Iskandar, M., 2021. Pentingnya Mendapatkan Vaksin Covid-19. [online] Primaya Hospital. Available at: <https://primayahospital.com/covid-19/pentingnya-vaksin-covid-19/> [Accessed 18 April 2021].
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Frequently Asked Question Seputar Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19. [online] Available at: <https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf>
Mayo Clinic. 2021. Get the facts about COVID-19 vaccines. [online] Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/in-depth/coronavirus-vaccine/art-20484859> [Accessed 18 April 2021].
Nania, R., Ianzito, C. and Bunis, D., 2021. What You Should Know About A COVID-19 Vaccine. [online] AARP. Available at: <https://www.aarp.org/health/conditions-treatments/info-2020/coronavirus-vaccine-research.html> [Accessed 18 April 2021].
Nareza, M., 2021. Alasan Pentingnya Vaksinasi dan Efektivitasnya dalam Memutus Penularan COVID-19. [online] Alodokter. Available at: <https://www.alodokter.com/alasan-pentingnya-vaksinasi-dan-efektivitasnya-dalam-memutus-penularan-covid-19> [Accessed 18 April 2021].
Pinandhita, V., 2021. Benarkah Ada Tripsin Babi dalam Pembuatan Vaksin Corona? Ini Kata Pakar. [online] detikHealth. Available at: <https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5503700/benarkah-ada-tripsin-babi-dalam-pembuatan-vaksin-corona-ini-kata-pakar> [Accessed 18 April 2021].
Prihatin, I., 2021. Menkes: Stok Vaksin RI Menipis, Kita Kehilangan 10 Juta Dosis | merdeka.com. [online] merdeka.com. Available at: <https://www.merdeka.com/peristiwa/menkes-stok-vaksin-ri-menipis-kita-kehilangan-10-juta-dosis.html> [Accessed 18 April 2021].
Renaldi, A., 2021. Indonesia’s anti-vaxxers: Between religion and lack of information. [online] The Jakarta Post. Available at: <https://www.thejakartapost.com/life/2021/02/04/indonesias-anti-vaxxers-between-religion-and-lack-of-information.html> [Accessed 18 April 2021].
Rokom. 2021. Survei Tunjukkan Mayoritas Masyarakat Indonesia Bersedia Menerima Vaksin Covid-19. [online] Kementerian Kesehatan. Available at: <https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20201117/4935712/survei-tunjukkan-mayoritas-masyarakat-indonesia-bersedia-menerima-vaksin-covid-19-2/>
Timsit, Annabelle. 2021. Three countries have pulled far ahead of the rest of the world in distributing Covid-19 vaccines [online] Quartz. Available at <https://qz.com/1953007/the-countries-with-the-most-effective-covid-19-vaccine-rollouts/>
UNICEF. 2021. What you need to know about COVID-19 vaccines. [online] Available at: <https://www.unicef.org/coronavirus/what-you-need-to-know-covid-vaccine> [Accessed 18 April 2021].
Yahya, A., 2021. Kemenkes: Hingga 4 April 2021, Penyuntikan Vaksin Covid-19 Capai 12,5 Juta Dosis. [online] KOMPAS.com. Available at: <https://nasional.kompas.com/read/2021/04/04/20354931/kemenkes-hingga-4-april-2021-penyuntikan-vaksin-covid-19-capai-125-juta> [Accessed 18 April 2021].